Beberapa ular berbisa tinggi yang kedapatan merangsek masuk ke dalam rumah, ada yang beruntung hanya ditangkap lalu dilepasliarkan ke alam bebas, ada pula yang nahas dibunuh pemilik rumah atau penduduk. Namun satu hal yang juga patut dipahami adalah seberapa jauh membuang atau melepasliarkaan ular berbisa tinggi itu, ketika kita memutuskan untuk tidak membunuhnya? Ketua Exalos Indonesia Koptu (Inf) Janu W. Widodo akan menjelaskan secara singkat, jelas, dan padat.
"Ular kobra, walaupun high venom kita buang di sungai atau sawah, itu masih aman. Tak perlu harus di release hingga sangat jauh. Tapi sanca besar, walau non venom, harus dilepasliarkan ke tempat yang sangat jauh, begitu juga jenis viper (beludak)," jelas Janu Widodo.
Pembedaan jarak lepas liar tersebut menurutnya, lantaran dua hal yakni sensor panas yang dimiliki ular tersebut dan juga kamuflase. Ular sanca (phyton) memiliki kemampuan sangat baik dalam merasakan panas mahluk lain. "Anda tidak tahu dia dimana dan dia tidak tahu siapa yang dihadapi," ungkapnya. Masalahnya semakin pelik ketika si ular sudah sangat dekat dengan kita. Ular sanca besar memiliki kemampuan sergap yang luar biasa, sedangkan manusia tidak akan mampu menyaingi kecepatan menyergap si ular.
Alhasil, semua akan terlambat, si sanca akan berhasil melilit mangsanya. Itulah sebabnya untuk melepasliarkan ular sanca, butuh mencari lokasi yang sangat jauh dari pemukiman manusia. Lalu bagaimana dengan beludak? Baik beludak di pohon (Trimeresurus sp.) maupun yang ranjau darat (Calloselasma rhodostoma), terutama di tempat yang rimbun dan banyak guguran daun kering.
Jenis viper tersebut selain memiliki kemampuan sensing panas yang baik, juga sangat hebat dalam menyamar (kamuflase) di alam bebas. "Saat dia tidak tahu Anda datang dan Anda tidak tau keberadaannya karena kamuflase, maka potensi bahaya mengintai jelas," pungkas Janu Widodo.
Foto : Exalos rescuer |
Malayophyton reticulatus |
0 Comments