Exalos Indonesia mendapat pertanyaan dari masyarakat, khususnya mereka yang juga memiliki kepedulian terhadap satwa. Begini pertanyaan yang diajukan :
Saya pernah masuk ke warung Japanese food di kawasan Warung Jambu 2, Bogor. Ada anak remaja (mungkin antara usia SMA atau sudah kuliah) sedang makan. Di sebelah mereka itu ada tas berjaring, yang berisi ular. Saya lalu ikut duduk agak di dekat mereka (saat mereka makan, red). Bagi saya, tidak ada perasaan takut atau risih melihat ada "segerombolan ular" yang ikut di antara kami, yang sedang makan. Pertanyaannya, apakah sebenarnya ada etika dalam membawa hewan peliharaan melata untuk masuk ke tempat umum? Khususnya tempat makan?
Mengenai hal tersebut, Ketua Exalos Indonesia, Koptu (Inf) Janu W. Widodo memberikan jawaban yang pada intinya, membawa reptil buas seperti ular (bahkan meskipun sudah dianggap pets (binatang peliharaan) oleh pemiliknya) memang ada etika tersendiri. "Ular dibawa ke tempat umum, bisa membuat orang takut. Tak selalu hal positif kita bawa. (Misalnya, red) Gendong ular di tempat umum. Kecuali sarana edukasi, di mana nanti akan ada potensi tanya jawab," ungkap Janu Widodo. "Etika itu seperti kita batuk, ditutup mulutnya dengan kain. Atau kalau buang angin, ya keluar dulu."
Binatang peliharaan bagi beberapa orang, khususnya pecinta satwa, bisa dibilang merupakan salah satu harta yang paling berharga. Namun menurut Janu Widodo, tak selalu harus dibawa kemana-mana, apalagi ke tempat yang berpotensi membuat orang risih, karena tak semua orang bisa menerima kondisi adanya binatang tertentu di suatu tempat. "Kami juga sering setelah melakukan rescue ular, mampir beli makan. Nah, ular akan kami simpan di tempat tertutup dan tidak dibawa masuk," ungkapnya.
Sementara menurut anggota Exalos Indonesia, Tjandra Widjaja, memang sebaiknya ular liar tidak terlalu dekat dengan manusia. "Karena bisa jadi membawa virus, parasit dari alam yang membahayakan manusia," ungkapnya. Dia memastikan bahwa mereka yang membawa ular dengan visualisasi yang tampak jelas oleh pengunjung lain di rumah makan, seperti yang terungkap di pertanyaan tersebut, dipastikan bukanlah para rescuer.
"Para rescuer rata-rata membawa karung atau box. Tak pernah jaring. Karena jaring sangat berbahaya, ular bisa kabur, terbelit, menggigit, dan menyembur (ular kobra). Bisa jadi mereka adalah pemburu ular yang kebetulan sedang makan di rumah makan itu," papar Tjandr Widjaja.
Maka, himbauan dari Exalos Indonesia bagi para pecinta satwa eksotis seperti ular, kadal, tokek, dan lainnya, hendaklah memperhatikan etika masyarakat demi kenyamanan bersama.
0 Comments